BAB I
ORGANISASI NAHDLATUL WATHAN
Lahirnya Nahdlatul Wathan sebagai organisasi pendidikan, sosial dan dakwah Islamiyah bersumber pada dua madrasah induk, yaitu Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah yang lahir secara resmi tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/ 22 Agustus 1936 dan Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah yang resmi berdiri tanggal 15 Rabi'ul Akhir 1362 H yang bertepatan dengan tanggal 21 April 1943 M. Ditinjau dari segi bahasa Nahdlatul Wathan berarti kebangkitan tanah air, membangun bangsa dan tanah air. Sedangkan menurut istilah, Nahdlatul Wathan adalah organisasi kemasyarakatan Islam ahlussunnah wal jama'ah ala Mazhabi Imamisy Syafi'i r.a. dan bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah islamiyah.
Al-Maghfurulah Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan sebelumnya juga mendirikan Pesantren Al-Mujahidin di Kampung Bermi Pancor pada tahun 1934, tiga bulan setelah beliau kembali dari Tanah Suci Makkah dan menyelesaikan studinya di Madrasah Ash Shaulatiyyah Makkah Al-Mukarromah. Melihat masyarakat yang pada waktu itu dililit dengan kebodohan dan kekurangan akibat penjajahan, terdorong keinginan beliau untuk mendirikan lembaga tempat mengkader pejuang-pejuang handal yang kuat iman dan takwanya.
Menurut beliau untuk mengangkat harkat dan martabat umat Islam maka diperlukan adanya lembaga pendidikan sebagai tempat mereka dididik dan diajar berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat meskipun pada waktu itu reaksi negatif dari masyarakat beliau terima dengan sabar dan lapang dada. Beliau dianggap penyebar paham wahabisme.
Fitnah menyebar ke berbagai kalangan sehingga tidak sedikit wali santri yang mencabut anaknya dari Pesantren Al-Mujahidin hingga yang tersisa tinggal 50 orang. Ketika Al-Magfurulah Maulana Syaikh berencana dan bertekad untuk mendirikan madrasah sebagai kelanjutan Pesantren Al-Mujahidin, tokoh-tokoh desa Pancor waktu itu memberhentikan beliau sebagai imam dan khatib di masjid Pancor. Selama tiga tahun, dengan sangat terpaksa beliau jum'atan ke tempat yang cukup jauh dari Pancor yaitu desa Labuhan Haji. Namun Almaghfurulah menganggap semua fitnah dan hasutan tersebut dijadikan sebagai pendorong untuk lebih aktif mewujudkan cita-citanya memajukan umat Islam melalui pendidikan.
Setelah kelahiran Madrasah NWDI, untuk mengenang dan menampakkan rasa syukur sebagai warga Nahdiyyin, setiap tahun warga Nahdlatul Wathan merayakan atau memperingati haulnya yang dikenal dengan HULTAH NWDI. Madrasah NWDI menamatkan angkatan pertama pada tahun 1941.
Berhasil menamatkan angkatan pertama pada tahun 1941 maka Al-Maghfurulah Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berusaha mengembangkan madrasah tersebut dengan mendirikan berbagai majlis ta'lim yang tersebar ke pelosok-pelosok desa sebagai langkah pengembangan dakwah.
Pada awal tahun 1953 madrasah cabang NWDI dan NBDI itu sudah berjumlah 66 buah, tersebar di berbagai tempat di pulau Lombok.
" Di sana sini berangsur angsur
Di Lombok Tengah dan Lombok Timur
Rasyid di Barat sampai terkubur
Pada akhirnya NW mengatur
" Ummat muhtadin selalu ziarah
Di NWDI induk madrasah
Secara zhahirah dan ruhaniyah
Membawa berkat dan sinar Ka'bah
( Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru )
Untuk mengkoordinir, membina dan mengembangkan lembaga pendidikan dan kegiatan-kegiatan dibidang sosial dan dakwah Islamiyah tersebut maka Al-Maghfurulah Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan pada hari Ahad, tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H ( 1 Maret 1953 M ) di Pancor Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
Kelahiran Nahdlatul Wathan diharapkan sebagai pelita yang megah, menerangi kegelapan, memberantas kebodohan. Jangan sampai dipadamkan lantaran fitnah. Dalam Wasiat Renungan Masa Al-maghfurulah menyebutkan :
" NW mu ini pelita nan megah
Terus nyalakan setiap saah
Jangan padamkan lantaran fitnah
' Ada sirih hendak makan sepah'
PENDIRI NAHDLATUL WATHAN
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dilahirkan di kampung Bermi Pancor Lombok Timur pada tanggal 17 Rabiul Awal 1316 H. bertepatan dengan tahun 1819 M. TGKH.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah anak bungsu, dengan lima orang saudara kandung ,yakni Sitti Syarbini, Sitti Cilah, Hj.Saudah, H. Muhammad Shabur dan Hj.Masyithah. Sedangkan nama kecil beliau adalah Muhammad Saggaf. Pembelian nama oleh ayahandanya sendiri yaitu Tuan Guru Haji Abdul Madjid yang dikenal dengan Guru Mukminah. Ibu beliau bernama Hj. Halimatussa'diyah.
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan dimaksudkan untuk melengkapi dan memajukan dua lembaga madrasah awal yaitu NWDI dan NBDI sebagai dua serangkai madrasah yang akan menyinari semua penjuru.
" Aduh sayang !
NWDI mu dan NBDI
IBU BAPAKMU, gurumu pasti
Wajib di bela sepenuh hati
Karena pembuka Babal Jannati
" Aduh sayang !
NWDI dan NBDI mu
Jalan menuju ke langit ilmu
Terus ke bulan sampai bertemu
Sinar yang lima 'nyinari penjuru'
( Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru )
Sejak umur 5 tahun TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sudah mulai belajar membaca Al-Qur'an dan dasar-dasar ilmu agama dari ayahnya. Keuletan dan kedisiplinan sang ayah menjadikan beliau tumbuh cerdas. Pada umur 8 tahun beliau masuk Sekolah Rakyat 4 tahun di Selong, Sekolah Rakyat adalah sejenis SD yang sekarang. Beliau juga belajar Nahwu, Sharaf dan ilmu-ilmu keislaman lainnya pada TGH Syarafuddin Pancor dan TGH. Abdullah bin amak Dulaji Kelayu.
Sebagai anak yang taat dan berbakti pada kedua orang tuanya, TGKH.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sangatlah taat pada perintah ayah, ibu, dan guru-gurunya, beliau selalu bersalaman dan mencium tangan orang tuanya, tatkala beliau pergi belajar. Ibunya selalu mendo'akan sambil memegang kepala beliau dengan mendo'akan " Mudah-mudahan me' mau' ilmu si' berkat ( mudah-mudahan engkau mendapat ilmu yang barokah ).Tiap hari do'a ibunya mengalir sehingga sangatlah wajar beliau menjadi "aayatun min ayatillah" guru besar warga Nahdlatul Wathan dan kaum muslimin.
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berangkat ke Tanah Suci Makkah untuk menuntut Ilmu Keislaman pada tahun 1321 H. / 1923 M. Karena sangat sayang kepada Zainuddin, beliau ( Syaikh Zainuddin ) langsung diantar oleh ayahnya sendiri TGH. Abdul Madjid dan Ibunya Aminah ( Hj.Halimatussa'diyah ). Ibundanya dengan tulus ikhlas langsung menemani beliau yang sedang menimba ilmu pengetahuan di Tanah Suci. Sekitar 3 setengah tahun menemani anaknya, Hajjah Halimatussa'diyah meninggal dunia di Tanah Suci dan dimakamkan di Mua'la Makkah.
Di tanah para anbiya' ini, keta'atan dan kesabaran Maulana Syaikh diuji. Berbagai cobaan diterima, banyak cemoohan menimpa, namun beliau tetap tegar dan rajin serta istiqomah menjalankan perintah guru-gurunya dan mengikuti arahan-arahan dari ayah bundanya.
Mula-mula TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Masjidil Haram kemudian di Madrasah Shaulatiyah Makkah dan juga di rumah guru-guru beliau. Beliau sangat tekun dan rajin sehingga berhasil meraih nilai paling tinggi di antara teman-teman seangkatannya.
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah Suci Makkah selama 12 tahun kemudian kembali ke Indonesia atas perintah dari guru beliau yang paling dikagumi, yakni Syaikh Hasan Muhammad Al-Masysyath, pada tahun 1934. Beliau pernah menjadi anggota Konstituante dan MPR RI serta Penasihat Majelis Ulama Indonesia Pusat. Aktif berdakwah keliling desa di Pulau Lombok dan mengajar. Beliau juga seorang pengarang, mengarang berbagai macam kitab dalam bahasa arab dan bahasa Indonesia. Pada suatu majlis pengajian pada hari Sabtu 20 April 1996/1 Dzulhijjah 1426 H, murid beliau TGH. Muhammad Yusuf Ma'mun menerangkan bahwa Maulana Syaikh Zainuddin;
- ahli perjuangan
- ahli mengajar
- ahli politik
- ahli mengarang
- ahli lagu ( sastra )
- ahli wirid
- ahli sholeh
- ahli murid ( banyak mencetak santri )
- ahli umur ( panjang umur )
- ahli bermain ciwa
" apa yang ada pada orang, ada pada Maulana Syaikh Zainuddin dan apa yang ada pada Maulana Syaikh Zainuddin tidak ada pada orang lain "
Pernyataan tersebut terbukti dengan adanya pujian dan kekaguman para ulama pada karangan beliau di antaranya;
- yang pertama kagum dengan lagu Ta'sis NWDI ( anti ya Pancor ) adalah Syaikh Zakaria Abdullah Bila
- yang kagum dengan Sholatunnahdlatain adalah Maulana Syaikh Hasan Muhammad Al-Masysyat,
- yang kagum dengan do'a pusaka adalah Syaikh Ismail Zain Al-Yamani
- yang kagum dengan Mi'rojussibyan ( ilmu Bayan ) adalah Maulana Syaikh Sayyid Amin Al-Kutbi dan KH. Abdurrasyid Abdullah Syafi'I, dll.
Disamping keahlian-keahlian beliau tersebut, beliau juga seorang pejuang perintis dan pelopor kemerdekaan Republik Indonesia. Pada zaman revolusi beliau menjadikan Madrasah NWDI sebagai pusat gerakan kemerdekaan mengusir penjajah.
Beliau berpulang ke Rahmatullah pada hari Selasa, 20 Jumadil Akhir 1418 H / 21 Oktober 1997 M. pukul 19.53 WITA di kediaman beliau di Pancor Lombok Timur. Kini perjuangan beliau tidak boleh dihentikan dan kader-kader Nahdlatul Wathan harus siap untuk melanjutkan tugas perjuangan beliau melalui lembaga-lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan.