-->
By: Baiq Ria Askina (Siswa Kelas XII IPA SMA Birrul Walidain NW Rensing)
Dari sudut keramaian, seorang anak
laki-laki menggunakan kemeja coklat berjalan sendirian mengelilingi pasar
sambil melirik tas-tas yang bergelantungan. Ia berniat membelikan adik
kesayanganya Aisyah sebuah tas sebagai hadiah juara 1 dikelasnya. Setelah berkeliling
di setiap sudut pasar, ia jatuh hati pada tas punggung berwarna merah muda yang
bergambarkan Barbie.”Wah, itu pasti cocok untuk Aisyah,
tasnya imut kayak dia! Hehehe...” Selangkah
demi selangkah ia mulai mendekati toko itu. Tiba- tiba dari kejauhan terlihat
seorang laki-laki tua berkumis tebal berlari menuju ke arahnya. Dalam hitungan
detik uangnya amblas di tangan orang itu yang ternyata seorang pencopet.
Baiq Ria Askina |
“Copet .......! tolong ada copet..!” teriak Imran dengan suara
lantang. Imran tak kuasa menahan air matanya yang begitu dangkal.
“Mbak, Omm, tolongin saya di copet!”teriaknya. Namun tak satu orangpun
yang mempedulikanya. Ia mencoba mengejar pencopet itu, tapi ia sudah tidak bisa
menjangkaunya. Setelah berlarian, ia singgah di depan toko makanan sambil
menangis, persaanya bercampur aduk ditambah lagi ia sangat lelah berlarian di bawah sinar matahari yang
tak lagi bersahabat, berharap uangnya bisa kembali.”Hiks,hiks,hiks uangku diambil”gumamnya. Sang pemilik toko terus
saja memperhatikan Imran yang sedang
berlumuran air mata. Ia merasa kasihan kepadanya dan langsung menghampirinya.
“Dek, kamu kenapa?”sambil memegang pundak imran.
“Hiks ...hiks...hiks ...uang saya
di copet!” jawabnya sambil mengusap air
matanya.
“ Begini saja, ini bapak kasi makanan,” tawar pemilik toko kepadanya. Mendengar orang itu Imran langsung berterima kasih dan berjabat tangan kemudian bergegas pulang.
“ Begini saja, ini bapak kasi makanan,” tawar pemilik toko kepadanya. Mendengar orang itu Imran langsung berterima kasih dan berjabat tangan kemudian bergegas pulang.
Di tengah perjalanan, Imran
melambai-lambaikan sebungkus plastik makanan yang ia bawa. Ia sangat bingung
harus berkata apa pada adiknya” Ya Allah bagaimana ini, apa yang
harus aku lakukan???” bisiknya dalam hati. Setibanya di
gerbang rumah, nampak senyum Aisyah yang begitu lembut, membuatnya semakin tak
tega untuk mengatakanya. Dengan langkah tertatih, Imran menghampiri Aisyah yang
sedang mencuci piring dan duduk di sampingnya. Asiyah begitu senang melihat
kakaknya pulang. Namun dengan berat hati ia harus mengatakanya.
“Aisyah.... maafkan kakak ya?”
“Kakak kenapa? Mana tas yang kakak
janjikan?”tegasnya.
“Aisyah, tadinya kakak mau
membelikanmu, tapi....”jawab Imran sambil menatap Aisyah.
“Tapi kenapa kak?”tanya Aisyah.
“Tadi kakak kecopetan, dan semua
uangnya amblas di bawa kabur,”Tanpa sepatah katapun mulutnya
langsung kaku mendengar musibah itu. Aisyah nampak begitu kecewa, matanya
berkaca-kaca dan langsung berlari ke kamarnya. Sementara itu Imran ikut merasa
sedih dan merasa bersalah padanya.”Maafkan
kakak Aisyah, aku tidak bisa memenuhi janjiku”Bisiknya dalam hati.
Ketika malam datang, ayahnya baru
pulang setelah berkeliling seharian yang pekerjaanya hanya sebagai tukang
kebun. Itupun pendapatanya tidaklah seberapa, hanya cukup untuk biaya makan
sehari. Sedangakan ibunya sedang terbaring sakit hampir 2 bulan terakhir.
Sehingga Imran harus bekerja keras membantu ayahnya untuk membiayai pengobatan
ibunya. Ayahnya sangat lapar setelah
seharian bekerja, namun makanan tak satupun yang tersedia di meja makan, hanya
sebungkus plastik berwarna hitam, baunya begitu harum. Ia semakin penasaran
dengan baunya, kemudian ia langsung membuka plastik tersebut, ternyata isinya
kue-kue yang membuat ia hampir meneteskan air liurnya.
“Imran....?”teriaknya dari dapur.
“Ya yah! Ada apa?”sahut Imran yang sedang
memijat-mijat tangan ibunya.
“Ini... siapa yang taruh kue
disini?” sambil berjalan menuju dirinya.
“Ohhh.. itu makanan yang dikasi
oleh seorang penjual makanan di pasar tadi”jelas Imran.
“Kamu pergi mengemis sama mereka ya?”tegas ayah.
“Tidak kok yah, sumpah demi Allah, orang itu tiba-tiba saja memberi saya
makanan ini” jawab Imran dengan wajah
ketakutan.
“Ya sudah ayah percaya! Aisyah
dimana kok ayah tidak pernah melihatnya? “ tanya ayah dengan peruh rasa
khawatir.
“Dia ada dikamarnya,”jawabnya dengan spontan.
“Ya sudah, kamu duluan saja istirahat,
biar ayah yang jaga ibumu!”jelas ayah.
Imranpun menuruti kata-kata
ayahnnya. Sesampainya di depan pintu kamarnya, ia merasa aneh dengan sikap
adiknya. Sudah beberapa jam Aisyah tidak pernah keluar kamar, membuatnya
semakin khawatir. Akhirnya ia memutuskan untuk mengetok pintu kamar Aisyah untuk
memastikan keadan adiknya.
“Tok,tok,tok, Aisyah????”desusnya, namun tak ada jawaban.
“Aisyah???”desusnya lagi.
“Ada apa?”jawabnya dengan nada yang lembut.
“Emm, kakak cuma mau
bilang,.....nggg, apa kamu sudah mengerjakn PRmu? “ desusnya lagi dari balik pintu
kamar Aisyah.
“Sudah kak,” jawabnya singkat.
“Oww, ya sudah kamu istirahatlah,” sambil menghela nafas lega dan
langsung masuk kamarnya.
Sudah pukul dua malam, Imran tidak
bisa tidur, karena ia terus memikirkan masalahnya, ia terus terbayang wajah
ibunya yang sedang terbaring sakit. Walau air malam begitu dingin, namun ia
sempatkan diri untuk pergi berwudhu untuk shalat thajjud dan ia tak lupa
menengok ibunya beberpa menit. Setelah ia merasa tenang, ia mencoba untuk
membaringkan tubuhnya di atas kasur yang sudah rusak, bahkan sudah tak layak
lagi ditempati. Beberapa menit kemudian, terdengar seruan azan subuh yang
menggema di telinganya, hingga membuatnya terbangun.
“Astagfirullahalazimm, ternyata
sudah subuh! Aku harus cepat-cepat membangunkan ayah!”katanya dengan wajah keheranan. Ia
kemudian bergegas membangunkan ayahnya.
“Yah, yah, bangun....,sudah subuh!”bisiknya sambil memegang kaki
ayahnya.
“Hoammmm..., sudah subuh??”kata ayah sambil menggosok-gosok
matanya.
“Ia, yah....” jawabnya.
“Kamu sudah bangunkan adikmu, ran?” tanya ayah
“Belum, yah” jawabnya
“Ya sudah, kamu duluan wudhu! Biar
ayah yang bangunkan adekmu!” jelas ayah kepadanya. Akhirnya Imranpun pergi mengambil air wudhu,
namun seperti biasa ia harus menimba dan mengisi penuh tempayan. Setelah
mereka semua berwudhu, kemudian mereka melaksanakan shalat subuh berjama’ah di
rumahnya. Sementara itu, ibunya masih belum sadarkan diri karena sakit yang
dideritanya sudah sangat parah. Ketika ayam berkokok, ayahnya sudah berangkat untuk kerja, sedangkan
Aisyah mulai bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, namun ia merasa bingung
karena ia sudah terlanjur membuang tasnya yang sudah sobek itu. Tiba-tiba saja
Imran datang ke kamarnya untuk meminjamkan
tas.
“Ini, pakailah tas kakak!” tawar Imran kepada Aisyah sambil
menyodorkan tas itu.
“Tapi kak, ini kan tas untuk anak
laki-laki!” sambil menunjuk tas itu.
“Dari pada kamu tidak memakai tas!” sambil membujuknya.
“Ya sudah, aku pergi dulu ya kak,
assalamu’alaikum ......” sambil menjabat tangan Imran.
“ Wa’alaikumussalam, hati-hati di
jalan!” jawabnya.
Akhirnya Aisyah pergi sekolah
menggunakan tasnya. Sementara itu, Imran tetap di rumah menjaga ibunya,
kebetulan ia masuk sekolah setelah Aisyah pulang. Sehingga sambil menunggunya
pulang, ia harus menggatikan adiknya mengurus pekerjaan rumah, mulai dari
mencuci piring, memasak, hingga mencuci pakaian. Tak lama kemudian, terdengar
suara genturan pintu yang sangat keras dari luar, hingga membuatnya terkejut.
“Hey, keluarrrr.....!”teriak orang itu dengan lantang.
Ternyata setelah Imran membukakan pintu, orang yang datang itu adalah pemilik
sewa rumah. Apalagi mukanya telihat
sangat garang plus rambut gondrong.
“ Hey kamu! Dimana ayah dan ibu loe?”tegasnya.
“Maaf pak, ayah saya sudah pergi
kerja, sedangkan ibu saya sedang sakit.” jawabnya pelan dengan wajah
ketakutan sambil membawa orang itu masuk. Dan ternyata ibunya Imran terbangun
mendengar orang itu. Melihat ibunya
terbangun ia merasa sangat senang dan langsung memeluknya. “Subhanallah, ibu sudah bangun.” katanya senang. Namun ketika
ibunya mau berdiri, tiba-tiba saja orang
itu mendorong ibunya hingga terjatuh.
“ Heh!! Gue peringatin loe sekali
lagi! Kalo’ loe g’ da duit buat bayar sewa minggu ini, loe harus out dari sini!
Ngarti kagak loe!
Dasar orang miskin pake sewa rumah gue lagi! HUGGGGH!” sambil menunjuk ibunya dan
langsung pergi. Imran tercengang melihat
ibunya.
“Ibu,ibu,ibu tidak apa-apa?” sambil membangunkan ibunya.” Ibu baik- baik saja nak.” jawabnya lemah. Walaupun begitu,
Imran sangat panik dan khawatir melihat ibunya kesakitan, nampaknya penyakitnya
kambuh lagi. Beruntung Aisyah pulang cepat dan langsung mencari bantuan.
Akhirnyna ibunya di larikan ke rumah sakit berkat bantuan tetangga. Sementara
itu, ia tetap harus pergi ke sekolah karena ia akan ulangan. Ia terus berlari
supaya tidak terlambat, namun ia tetap saja terlambat. Karena ia anak yang
cerdas, ia tidak jadi di hukum dan ia langsung di suruh masuk ke kelasnya dan
mengerjakan soal. Saat sedang belajar,
matanya selalu menghadap langit-langit atap melamunkan keadaan ibunya. Beberapa
jam kemudian, saat waktu pulang pak guru memanggilnya untuk ikut olimpiade
biologi mewakili sekolahnya, yang hadiahnya cukup banyak. Setelah itu, ia
langsung bergegas ke rumah sakit, sementara itu ayahnya sudah ada dirumah sakit
setelah mendapat kabar dari tetangganya.
“Bagaimana keadaan ibumu nak?”
“Masih belum bangun yah!” jawab Aisyah yang sedang duduk di
kursi penunggu. Tiba- tiba terdengar suara hentakan kaki yang begitu keras.
Ternyata itu suara kaki Imran yang berlari ngos- ngosan dari sekolah yang
jaraknya cukup jauh.
“Hugh, hugh, apa ibu sudah sadar ?” tanyanya sambil menghela nafas.
“Belum.” jawab Aisyah dengan lemas.
“Ayah, nanti hari sabtu saya akan
pergi lomba olipiade biologi, mohon do’anya.....Kalau aku menang, maka aku bisa
membayar sewa rumah dan biaya rumah sakit ibu” katanya.
Bapaknya terdiam sejenak mendengar
perkataan Imran, ayahnya merasa bangga kepadanya dan hampir meneteskan air
matanya namun ia mampu menahannya.
“Ya sudah, Imran bawa adikmu pulang
biar ibu ayah yang jaga.” jawabnya sambil memegang kepala
Aisyah.
“ Nak, pulanglah bersama kakakmu
ya?” kata ayahnya.
“ Ya yah!” jawabnya.
Hari sudah mulai senja, dalam
perjalanan pulang Imran selalu memegang tangan adiknya erat. Hingga
terlontarlah pertanyaan dari mulut Aisyah
dengan polosnya.
“Kak, pa ibu akan sembuh?” katannya.
“Tentu saja! Oleh karena itu kita
harus mendo’akan ibu supaya cepat sembuh” jelanya.
“Kak aku takut kalau ibu akan di
ambil oleh Sang Kuasa.” katanya sambil memandang Imran.
Langkahnya terhenti kala mendengar adiknya, dan langsung memeluk adiknya erat.
Setibanya di rumah, Imran menyuruh adiknya istirahat lebih dulu setelah shalat
berjam’ah. Sementara itu, ia sibuk mempersiapkan diri untuk olimpiade nanti. Setelah beberapa hari kemudian, akhirnya
tibalah hari yang ia tunggu.
Ketika azan
subuh dikumandangkan, ia sudah bangun dan langsung shalat bersama adiknya.
Kemudian ia membuat sarapan untuk ayahnya. Hingga di pagi buta ia berangkat
bersama menuju rumah sakit dan langsung pergi ke sekolah setelah pamitan pada
orang tuanya. Sesampainnya di sekolah ia di sambut oleh gurunya untuk pergi ke
tempat test olimpiade biologi.” Imran, ayo cepat kita berangkat
nak , nanti kita telat!”Setelah melewati beberapa test,
akhirnya pengumuman juarapun tiba. ”Aduhhh
kenapa aku deg degan gini” bisiknya. Namun sungguh tak
disangka ia berhasil menjadi juara. “Haaaah??!
Aku menang? Horeeeeeeeee................! Alhamdulillah ya Allah, berkat-Mu aku
bisa jadi juara.” katanya sambil memegang pialanya.
Ia begitu senang karena bisa membiayai pengobatan ibunya. Gurunya sangat bangga
kepadanya. “ kamu berhasil nak!, ya sudah
sekarang bapak antar kamu ke ibumu di rumah sakit” katanya sambil memegang kepala
Imran.
“Ya pak, terima kasih.” jawabnya. Setibanya di rumah
sakit, ia tidak melihat satupun orang disana, kemudian ia memutuskan untuk
pulang kerumahnya. Setelah beberapa menit ia tiba dirumah, ia heran melihat
orang-orang berkerumunan. Ia mulai menpercepat langkahnya, tiba-tiba Aisyah
berlari menghamipirinya sambil menangis.
“Hiks,hiks,hiks, kak! Ibu sudah
tidak ada, dia sudah meninggal.” kata Aisyah sambil memeluknya.
Tubuh Imran langsung merinding, dan meneteskan air matanya hingga ia tak sadar
telah menjatuhkan pialanya hingga remuk. Ia berteriak karena tak kuasa menahan
kesedihannya.
“Ibuuuuuuuuu..........!bangun bu!
Lihatlah hadiahku ini bu, ini persembahan untukmu bu...! ku mohon bangunlah bu,
buka mata ibu dan lihatlah......!”
“Kenapa ibu meninggalkan kami
begitu cepat bu?? Kenapa ??? aku janji tidak akan nakal lagi bu” sambil memeluk ibunya.
”Sudahlah kak! Kita harus
mengikhlaskan kepergianya supaya ibu bisa tenang.” kata Aisyah mencoba tegar.
Sementara itu ayahnya hanya bisa
terbaring karena ia mengalami kecelakaan ketika hendak bergegas pulang
setelelah mendengar kabar ibunya. Kini ia hanya bisa menangis dan menyerahkan
semuanya kepada Yang Maha Kuasa. Dan dari saat itulah ia mulai bertekad untuk
selalau menjaga adiknya dan bekerja keras untuk membiayai sekolahnya juga adiknya hingga ia bisa menggapai
impiannya sebagai seorang dokter hebat.
No comments:
Post a Comment
lombok menulis